TNews, SULTENG – Sejumlah petani yang tergabung dalam Serikat Petani Petasia Timur (SPPT) menampik tudingan yang menyebut aktivitas (Panen) mereka dianggap ilegal. Padahal diketahui buah sawit yang dipanen tersebut berada dilahan perkebunan milik mereka sendiri yang terletak di Kecamatan Petasia Timur Kabupaten Morowali Utara, Sulteng, diduga diklaim PT Agro Nusa Abadi (ANA).
Tudingan itu dilontarkan AT didampingi LSM RMR kepada salah satu media online yang mengatakan bahwa terkait pendampingan masyarakat lingkar sawit di Morut saat ini timbul sejumlah masalah.
Keberadaan EB sebagai koordinator sebuah lembaga yang bergerak dibidang advokasi sawit itu, menjadikan persoalan sengketa lahan warga vs PT ANA sebagai bisnis, bahkan EB disebut membeck up panen ilegal.
Syahril salah seorang Petani Desa Tompira mengaku bahwa para petani yang selama ini berjuang bersama Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS) Sulteng, sampai saat masih komitnen untuk menyuarakan hak atas tanahnya.
“Kami jelas punya alas hak. Sebelum perusahaan datang, kami sudah lebih duluan berkebun,” ungkap Syahril (29/10/24).
Syahril mengungkapkan bahwa berjuang bersama lembaga FRAS sangat memberikan dampak positif bagi para petani. Dengan adanya Eva Bande sebagai Koordinator FRAS sangat membantu perjuangan dalam mempertahankan hak atas tanah.
“Dari awal perjuangan kami sampai saat ini FRAS komitmen mengawal, mendampingi petani untuk terus menyuarakan keadilan,” ungkap Syahril yang pernah ditangkap dan ditahan selama dua bulan akibat kriminalisasi karna memperjuangkan lahannya.
Selain itu, Ambo Tang yang juga Badan Pimpinan Serikat Petani Desa Bungintimbe mengatakan, bersama FRAS sejak tahun 2021, Serikat Petani punya power untuk menyuarakan dalam bentuk aksi massa, mulai dari Pemerintah Kabupaten sampai pada level Pemerintah Provinsi.
“Bersama FRAS kami Serikat Petani terus mendesak Pemda maupun Pemprov untuk segera melakukan pelepasan lahan,” kata Ambo.
Selanjutnya, datang dari Samsul Badan Pimpinan Serikat Petani Desa Tompira mengungkapkan, kalau pun saat ini bermunculan suara-suara sumbang diluar, yang mengatakan disalah satu media online, bahwa para petani memanen sawit secara ilegal, bahkan dijadikan ladang bisnis untuk FRAS, Itu adalah bentuk upaya pembungkaman atas perjuangan kami selama ini.
” Pertanyaannya,apakah LSM lain yang diluar sana bersuara lantang terkesan menyudutkan perjuangan kami pernah bersama-sama dari awal memperjuangakan apa yang menjadi hak kami,” tanya Samsul.
FRAS memang tidak mempunyai kewenangan dan kapasitas untuk meyelesaikan konflik, justru FRAS hadir untuk mengintervensi dan mendorong serta memastikan Negara menyelesaikan Konflik Agraria secara struktural.
“FRAS juga mengadvokasi petani-petani yang dituduh mencuri buah sawit PT ANA,” tuturnya.
Para petani menekankan bahwa PT ANA sendiri harus segera di evaluasi karna selama kurang lebih 17 tahun beroperasi tidak mengantongi izin Hak Guna Usaha (HGU).
“Kok kenapa kami petani yang terus menjadi kambing hitam. Perusahaan yang jelas-jelas tidak mempunyai HGU tidak diproses atau ditindaki,” tutupnya.*
Peliput: Jefry