TNews, TOUNA – Yuliana Tandayong, ahli waris dari almarhum Helmi Tandayong, melayangkan protes keras terhadap kinerja Kantor Pertanahan Kabupaten Tojo Una-Una (Touna).
Ia merasa dipersulit dalam proses balik nama sertifikat tanah milik orang tuanya, meskipun seluruh persyaratan telah dipenuhi dan sertifikat tersebut resmi dikeluarkan oleh lembaga pertanahan sendiri.
“Tanah yang hendak saya baliknamakan adalah milik sah orang tua saya, bersertifikat resmi, diperoleh secara sah oleh ayah dan ibu saya. Tidak ada kaitan dengan pihak lain. Tapi kenapa malah dipersulit?” ujar Yuliana kepada media ini, Kamis (14/8/2025).
Yuliana mengungkapkan bahwa ia kecewa karena permohonannya belum diproses hanya karena keberatan dari pihak Kuasa Hukum Engel, yang merupakan saudara kandung ayahnya, meskipun Engel bukan ahli waris langsung atas tanah tersebut.
“Kami ini ahli waris yang sah,saya, ibu saya, dan adik saya. Tapi pertanahan masih menunda hanya karena tafsiran dari pihak Engel yang menyebut tanah itu sebagai harta bersama yang belum dibagi Padahal ini tanah milik pribadi orang tua kami,dan bersertifikat nama orang tua saya ” tegasnya.
Yuliana juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar kurang lebih Rp50 juta kepada pemerintah daerah sebagai bagian dari proses balik nama. Namun, hingga kini, tidak ada kejelasan atau perkembangan dari pihak Kantor Pertanahan.
“Semua persyaratan sudah lengkap. Tapi kenapa masih juga dipersulit? Saya curiga ada sesuatu yang tidak beres,” tambahnya.
Lebih mengejutkan lagi, meski kasus ini telah berlangsung cukup lama dan menjadi perhatian publik, Kepala Kantor Pertanahan Touna yang baru dilantik, Said, mengaku belum mendapat laporan apa pun dari stafnya.
“Saya baru dilantik dan masih menyesuaikan diri. Terkait kasus ini, saya baru mendengar dan akan segera meminta penjelasan dari pihak teknis,” ujar Said saat dikonfirmasi media.
Dari penjelasan staf teknis, diketahui bahwa proses tertahan karena adanya somasi dari kuasa hukum Salmin yang mewakili ahli waris Engel.
Somasi itu menafsirkan bahwa tanah milik Helmi Tandayong merupakan bagian dari harta warisan keluarga yang belum dibagi.
“Kami mengambil langkah hati-hati dan menyarankan agar dilakukan mediasi,” kata salah satu staf teknis Kantor Pertanahan.
Namun menurut Kuasa Hukum Moh.Firda Husein , alasan tersebut tidak berdasar. Ia menyebut aneh jika produk hukum berupa sertifikat resmi negara justru diragukan hanya karena tafsir dari pihak luar yang tidak memiliki hak waris langsung.
“Itu sertifikat resmi. Kok bisa ditunda proses balik namanya hanya karena tafsiran seseorang? Bukannya seharusnya data sertifikat jadi dasar hukum yang kuat?” tegas Firda
Tak hanya urusan balik nama, Yuliana juga mengalami kendala serupa dalam memisahkan sebidang tanah dari sertifikat lain miliknya yang rencananya dihibahkan kepada warga sebagai lokasi pembangunan musala.
“Tanah itu sudah saya hibahkan untuk warga. Tapi saat mau saya pisahkan dari sertifikat saya, justru dipersulit lagi,” ungkap yuli.
Karena tak kunjung ada kejelasan, Yuliana bersama kuasa hukumnya menyatakan siap mengambil langkah hukum dengan melaporkan kasus ini ke Ombudsman RI dan Kantor Wilayah ATR/BPN Palu dalam waktu dekat.
“Jika dalam minggu ini tidak ada tindak lanjut, kami akan laporkan. Ini bentuk pengabaian hak warga negara Sertifikat resmi kok diragukan oleh lembaga yang menerbitkannya sendiri hanya karena tafsiran sepihak,” pungkas kuasa hukumnya, Moh. Firda Husain.*
Peliput: Jefry