TNews, TOUN – Polemik dugaan pemerasan dalam penanganan kasus penganiayaan yang terjadi di Desa Boneang, Kecamatan Ulubongka, Kabupaten Tojo Una-Una, satu persatu mulai terungkap.
I Ketut Sirupawan, yang mengaku sebagai pendamping hukum korban sekaligus paralegal dari tim Pasigala, memberikan klarifikasi atas tuduhan yang menyeret namanya.
Melalui sambungan WhatsApp kepada media ini pada Rabu (4/6/2025), Ketut membenarkan adanya dana Rp. 20 juta yang disebut dalam pemberitaan. Namun, ia menegaskan bahwa hanya Rp. 5 juta yang merupakan biaya resmi diterimanya sebagai jasa pendampingan hukum.
“Yang Rp. 5 juta itu adalah biaya pendampingan hukum untuk korban, bukan bagian dari pemerasan,” tegas Ketut.
Ketut menjelaskan bahwa dana tersebut digunakan untuk mendampingi korban di tingkat penyelidikan kepolisian.
Klarifikasi Soal Aliran Dana
Namun, Ketut juga mengungkapkan adanya pemberian dana Rp. 15 juta kepada dua orang berinisial K dan J. Kedua nama itu disebut-sebut mengaku sebagai pengacara yang direkomendasikan oleh mantan kepala desa di Kecamatan Ulubongka dan menurut Ketut, keduanya tidak ada hubungan dengan dirinya maupun tim Pasigala.
Dan ia menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk pemerasan terhadap korban yang didampinginya.
“Itu pemerasan yang Rp. 15 juta itu diberikan kepada inisial K dan J. Dua orang itu yang terima. Ada dua kuitansi, pertama diberikan senilai Rp. 6 juta, dan yang kedua Rp. 9 juta rupiah, Kuitansi itu ada sama kami juga sebagai bukti,” ungkap Ketut.
Meski sempat berencana akan melaporkan dana 15 juta itu yang menimpa korban ke pihak berwajib, Ketut mengaku saat ini lebih memprioritaskan agar kasus penganiayaan yang menimpa korban segera naik ke tahap kejaksaan.
Rekaman Suara Bukan Bukti Pemerasan, Tapi Penjelasan Hukum
Terkait pesan suara yang diberitakan sebelumnya, Ketut mengakui bahwa suara tersebut miliknya, namun konteksnya adalah penjelasan hukum kepada korban.
Isi rekaman yang sempata di beritakan itu antara lain menyebut:
“Tolong diinformasikan bahwa pelaku saat ini sudah jadi tersangka, tinggal sabar menunggu. Saya mendampingi itu hanya di Polres. Kalau sudah di kejaksaan, harus ada tambahan biaya pendampingan. Begitu dia model kasusnya, kalau saya tingkat lanjutnya sampai pengadilan, masih butuh biaya itu masih mau kesana kemari. Jadi sampaikan sama dia, sabar, tinggal menunggu itu, bukan naik di kejaksaan langsung diambil tersanga begitu, kan masih butuh proses,” suara dalam rekaman pesan audio WhatsApp.
“Memang suara saya. Tapi itu konteksnya menjelaskan proses pendampingan hukum. Kami dari tim Pasigala bukan pelaku pemerasan,” jelas Ketut pada media ini.
Menurut Ketut bahwa korban datang sendiri ke rumahnya untuk meminta bantuan hukum, bahkan sempat menangis menceritakan kejadian yang menimpanya.
“Dia datang sendiri, Pak. Menangis menceritakan semuanya,” tambahnya.
Menanggapi pemberitaan sebelumnya, Ketut tidak membantah kebenaran informasi yang dimuat, namun ia hanya ingin meluruskan terkait arah aliran dana 20 juta
“Tidak salah itu, Saya hanya meluruskan bahwa yang Rp. 5 juta itu bukan pemerasan. Yang pemerasan itu yang Rp. 15 juta,” jelasnya.
Perkembangan Kasus Penganiayaan
Saat ditanya media ini soal perkembangan kasus yang didampinginya, Ketut menyebut bahwa pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian, namun belum ditahan karena alasan sakit.
“Pelaku sudah tersangka, tapi belum ditahan. Kami sudah konfirmasi ke pihak kepolisian,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa berkas perkara telah naik ke tahap satu dan timnya akan terus memberikan pendampingan hukum hingga proses di tingkat kepolisian selesai.
“Kami hanya mendampingi korban sampai proses di kepolisian. Kalau sudah masuk kejaksaan atau pengadilan, itu bukan ranah kami lagi, pak,” pungkasnya.
Kronologi Singkat Kasus Penganiayaan
Kasus ini bermula dari laporan resmi korban berinisial NMM melalui Surat Tanda Terima Laporan Nomor: STTLP/165/VIII/2024. Berdasarkan laporan tersebut, peristiwa terjadi pada Jumat, 23 Agustus 2024. Terlapor berinisial KS diduga melakukan pemukulan terhadap korban hingga menyebabkan luka robek dan lebam di tangan kanan dan kiri.
Tak terima atas perlakuan tersebut, korban melapor ke pihak kepolisian untuk mencari keadilan. Namun, dalam upaya tersebut, korban justru diduga menjadi korban pemerasan oleh pihak-pihak yang mengaku bisa “mengurus” proses hukum.
Peringatan untuk Masyarakat
Kejadian ini menjadi peringatan keras bahwa lambannya proses hukum sering dimanfaatkan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab
Masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati dan memastikan legalitas pihak yang memberikan jasa hukum, agar tidak menjadi korban berikutnya.
Dan khususnya para pelapor, agar menanyakan langsung perkembangan kasus kepada pihak kepolisian, bukan melalui pihak ketiga yang tidak memiliki kewenangan resmi.*
Peliput: Jefry