TNews, TOUNA – Proses balik nama sertifikat tanah milik almarhum Hermin Tandayong yang diajukan oleh ahli warisnya, Yuliana Tandayong, hingga kini belum juga diproses oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Tojo Una-Una (Touna).
Merasa dipersulit tanpa alasan hukum yang jelas, kuasa hukum ahli waris mengancam akan melaporkan kasus ini ke Kantor Wilayah ATR/BPN Palu dan Ombudsman
“Kami masih menunggu respons dari pihak Pertanahan Touna. Jika tidak ada kejelasan dalam minggu ini, kami akan melaporkan persoalan ini ke Kanwil ATR/BPN Palu dan Ombudsman. Padahal seluruh persyaratan klien kami sudah kami penuhi. Kami mempertanyakan alasan penolakan ini,” tegas Moh. Firda Husain, kuasa hukum Yuliana Tandayong, Kamis (14/8/2025).
Yuliana, anak kandung dari almarhum Helmi Tandayong, mengaku kecewa dengan lambannya pelayanan yang diterimanya. Ia menyebut bahwa tanah yang dimaksud atas nama ayahnya yang diperoleh bersama ibunya dan telah bersertifikat resmi.
“Kami hanya tiga orang ahli waris: saya, ibu, dan adik saya. Sertifikat jelas atas nama ayah saya, bukan tanah warisan yang sedang disengketakan. Tapi mengapa kami dipersulit? Bahkan saya sudah membayar BPHTB sebesar Rp50 juta sebagai kewajiban,” ungkap Yuliana.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Kantor Pertanahan Touna yang baru dilantik, Said, mengatakan dirinya belum bisa mengambil keputusan karena masih dalam tahap adaptasi.
“Saya baru menjabat dan saat ini masih dalam proses adaptasi. Saya baru mengetahui kasus ini dan akan meminta penjelasan lengkap dari pihak teknis,” ujar Said diruangnya (14/8)
Salah satu staf teknis Kantor Pertanahan Touna, berinisial A, menjelaskan bahwa proses balik nama ini turut terkendala oleh adanya somasi yang diajukan kuasa hukum Engel Tandayong, saudara kandung almarhum Hermin tandayong
“Karena itu kami mengambil langkah hati-hati dan menyarankan adanya mediasi. Namun, saat mediasi dijadwalkan, pihak Salmin tidak hadir,” ujar A
Lebih jauh, staf teknis itu menyebut bahwa saat pemohon mulai melengkapi persyaratan, muncul surat pernyataan yang memuat perjanjian antara Helmi dan Engel.
Dalam salah satu poin, terdapat tafsiran bahwa tanah tersebut merupakan bagian dari warisan yang belum dibagi secara resmi.
Menanggapi hal tersebut, Moh. Firda Husain menyayangkan sikap Kantor Pertanahan Touna yang dinilai terlalu tunduk pada tafsir sepihak dari pihak keluarga lain tanpa mengacu pada landasan hukum yang kuat.
“Sertifikat itu adalah produk hukum resmi dari negara. Aneh sekali jika legalitasnya justru diragukan oleh institusi pertanahan sendiri hanya karena tafsir atas surat perjanjian pribadi. Tak ada satu pun putusan hukum yang menyatakan bahwa sertifikat tersebut bermasalah. Ini mencoreng pelayanan publik,” tegas Firda.
Yuliana menambahkan bahwa ini bukan satu-satunya kasus yang mereka alami. Menurutnya, beberapa sertifikat tanah lain milik almarhum ayahnya juga mengalami hambatan serupa saat proses balik nama diajukan ke Kantor Pertanahan Touna.
Media ini akan terus memantau dan mengawal perkembangan kasus ini hingga tuntas, demi memastikan proses hukum dan pelayanan publik berjalan adil dan transparan bagi seluruh pihak.
Laporan : Jefry